Intisari-Online.com – Persoalan itu telah dibahas oleh pemikir-pemikir besar seperti Charles Darwin, Voltaire dan Schopenhauer. Sejak zaman kuno persoalan kecantikan memang sesuatu yang serius.
Binatang yang lebih menarik dan yang secara seksual lebih agresif, merupakan binatang yang paling sukses dalam memperoleh pasangan dan kemungkinan besar juga lebih banyak mempunyai anak.
Demikianlah menurut Charles Darwin menjelang akhir abad yang lalu dalam Descent of Man, yang teorinya menguraikan mengenai seleksi seksual.
Jadi kalau perkawinan dibimbing oleh suatu standar kecantikan, maka seleksi seksual pada manusia juga lebih menyukai bentuk-bentuk yang dianggap cantik.
Baca juga: Kisah Seorang Wanita Tua dengan Hati yang Sempurna Meski Tersobek
Darwin menyatakan, bahwa standar kecantikan tidak universal. Seperti kata Voltaire: Yang disebut pantas di Jepang bisa dianggap tidak pantas di Roma, dan yang sedang mode di Paris dianggap tidak mode di Beijing.
Tetapi di mana-mana kecantikan dianggap sebagai janji dari kenikmatan.
Sedangkan filsuf Jerman yang hidup pada abad ke-19, Schopenhauer, menyamakan luapan kebahagiaan dari pria yang tertarik melihat kecantikan seorang wanita dengan keinginan untuk mengabadikan species manusia.
Keinginan itu, katanya, merupakan dorongan naluriah. Manusia dibimbing oleh nalurinya untuk memperbanyak speciesnya.
la terdorong memilih orang yang menurut pendapatnya paling nyata mengekspresikan ciri-ciri speciesnya, walaupun ia hanya merasa, bahwa ia mencari orang yang menurut pendapatnya akan memberikan paling banyak kebahagiaan kepadanya.
Baca juga: Kisah Tragis Para Pekerja Wanita yang Terpapar Radium, Satu Abad Jenazah Mereka Masih Bercahaya!
Wajah paling sexy
Jadi tanpa dibangkitkan oleh keindahan, daya tarik antar jenis tidak bisa terjadi. Mata dan telinga mesti terpesona pada Si Dia.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR