Intisari-Online.com – Beberapa tahun yang lalu, karena pekerjaan, saya hijrah dari Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, ke Kecamatan Gunungsindur, Bogor.
Di situ, saya menemukan kebiasaan unik yang tidak sama dengan kebiasaan di daerah-daerah Jawa Barat lainnya seperti Sukabumi, Cianjur, atau Bandung dalam hal menyelenggarakan kenduri alias pesta hajatan.
Seseorang yang hendak menyelenggarakannya tidak perlu repot-repot menyediakan makan bagi para tamunya.
Cukup kue-kue ala kadarnya. Kalaupun ada, hidangan makan hanya untuk orang-orang tertentu.
(Baca juga: Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)
Pada saat pamit, undangan akan kembali menyalami si empunya hajatan sambil menyelipkan amplop yang berisi uang. Di amplop tersebut tentu saja tertera nama si undangan.
Jika orang yang diundang datang bersama istri atau suaminya, amplop berlabelnya pun tidak hanya satu. Keduanya harus memberi sendiri-sendiri.
Kelak pemberian itu akan dicatat oleh si empunya hajat. Catatan tersebut berguna pada saat si empunya hajat membalas kalau diundang tamunya.
Soalnya, uang sebesar itu juga yang harus dikeluarkannya. Atau kalau ia menerima kado, ia juga harus membalas memberi kado.
Jadi, kalau seseorang tidak mencantumkan nama di amplop yang ia berikan, tentu namanya tidak akan tercatat oleh si empunya hajatan.
Akibatnya, apabila nanti ia menyelenggarakan kenduri, dan mengundang si empunya hajatan, orang itu tidak merasa perlu untuk membalas kunjungan.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR